|
---|
Thursday, April 21, 2011
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Pertanian Kementerian Pertanian Haryono menyatakan bahwa penyebab meningkatnya populasi ulat bulu di sejumlah daerah di Tanah Air adalah perubahan ekosistem. Kesimpulan sudah dikonfirmasi oleh beberapa lembaga penelitian dan ahli yang serangga yang dikumpulkan Balitbang.
Perubahan ekosistem yang dimaksud menyebabkan hilangnya faktor keseimbangan alami untuk sementara waktu. Faktornya adalah berkurangnya jumlah pemangsa alaminya, seperti burung, kelelawar, dan semut rangrang, dan parasitoid.
"Sebagai suatu sistem, alam juga memiliki komponen-komponen yang menciptakan keseimbangan. Saat salah satu komponen mengalami gangguan, keseimbangan itu akan terganggu. Begitu juga dengan yang terjadi dengan famili Limantriidae (ulat bulu) saat ini," papar Haryono.
Berkurangnya pemangsa alami dan peningkatan ulat bulu dipengaruhi unsur nonalami. Perubahan iklim global menjadi faktor utama. "Tapi kondisi ini tidak akan berlangsung lama. Alam punya mekanisme penyeimbang," lanjut Haryono. Menurutnya, pemangsa alami dan faktor penyeimbang hayati lainnya akan kembali berfungsi dan populasi ulat bulu akan kembali pada jumlah yang normal.
Balai Penelitian Perkebunan di Bogor yang kerap mengalami peningkatan populasi ulat bulu pada periode tertentu. Populasi akan kembali normal secara alami. Oleh karena itu, Haryono meminta warga yang daerahnya mengalami kelebihan populasi ulat bulu untuk tidak terlalu terpengaruh fenomena tersebut.
Ulat bulu juga tidak menyerang tanaman pangan. Yang menjadi inang alaminya adalah jenis tanaman tahunan, seperti mangga. Ulat bulu tidak menyebabkan inangnya mati atau terhenti berproduksi. "Karena ulat bulu tidak menyerang titik tumbuh inangnya, seperti wereng. Ia adalah jenis pemakan sejumlah jenis dedaunan," kata Haryono.
Meski demikian, Haryono mengakui, spesies ulat bulu di Probolinggo memiliki kelebihan dalam siklus perkembangannya. "Yang lain siklusnya 28-30 hari. Kalau yang di Probolinggo lebih cepat dari itu," pungkas Haryono
Kesimpulan tersebut diperkuat oleh kajian peneliti dan akademisi bidang entomologi (serangga) beberapa lembaga, seperti LIPI dan IPB. Para pakar serangga seindonesia yang dikumpulkan Balitbang Pertanian juga memberikan kesimpulan yang sama.
sumber: nationalgeographic
Labels: info, Pengetahuan
0 Comments:
Subscribe to:
Post Comments (Atom)